Ini tentang si anak teknik yang sudah 12 tahun gue kenal.
Hallo!
It’s me, Shakula. Izinkan gue untuk mengabadikan
seseorang dalam tulisan ini. Tidak akan terlalu panjang. Di jamin!
So, ada beberapa orang yang bilang
kalau, jangan pernah dekat atau ada hubungan dengan seseorang yang hobi
menulis lalu kamu menyakitinya, maka namamu akan abadi dalam karyanya. Hahaha,
engga, gue bukan penulis, hanya gue gak tau harus mengabadikan dimana, disaat
gue punya keinginan untuk mendapat seseorang, tapi seseorang itu gak pernah bisa
gue miliki. Jadi gue putuskan untuk gue tulis semua tentang dia di sini. Di tulisan
ini. Alasannya simple, disaat gue nantinya sudah tidak lagi bisa melihat dia,
gue masih bisa mengenangnya disini. Di tulisan yang gue buat ini.
Oke, let’s get it.
Dia mahasiswa tingkat akhir, sedang
menempuh pendidikan S1 di Jurusan Teknik. Sebut aja dia Geranium. Laki-laki
yang sering makan indomie malem-malem sambil main PS. Gue kenal dia sejak duduk
di bangku sekolah dasar, gak tau tepatnya sekelas sama dia itu kelas berapa. Yang
gue inget cuma pas kelas 5 sampai 6 gue sekelas sama dia. Dia orangnya cukup
punya banyak kegiatan. Dia suka futsal, dia bisa main alat musik, dia
berkecimpung di dunia fotografi, dia juga suka bikin anak orang baper. Hahaa..
gak, becanda gue.
Fyi guys... gue sempet deket sama dia. Gak tau sih sebenernya bisa di
bilang deket atau engga. Cuma ya kalian pikir deh, tiap hari intens chattingan,
saling tuker kabar, sering kirim PAP random, suka nanya kegiatannya apa aja, sleep
call hampir tiap malem, apa namanya kalo gak deket? Yekan?
Jadi, waktu itu dia ada chatting ke
gue, bilangnya gabut. Tapi gabutnya dia sampe bikin baper anak orang. Bahaya gak
si gabutnya manusia kayak gitu? Sebagai teman lama yang udah sekian tahun gak
pernah kontakan dan gak pernah tau kabar ya gue merespon dia dong. Dan malam
itu, jadi malam pertama gue bertukar kabar sama dia.
Singkat cerita, komunikasi diantara
kita berdua semakin hari semakin intens. Gak jarang dia nawarin gue buat
nemenin gue berkegiatan di luar kampus. Dia baik.. suupperrr baik. Dia mau jauh-jauh
nemenin gue nganterin barang ke temen gue, padahal dia sendiri capek baru balik
ngampus.
Bulan-bulan berikutnya masih di isi
dengan obrolan random tiap malem. Gak jarang juga gue sama dia begadangan
bareng ngelarin tugas kampus. Gue selalu suka pas vidio call sambil ngeliatin
dia nyicil tugas akhir dia. Gue sama dia juga ada beberapa kali keluar buat
sekedar beli jajan di alun-alun kota abis tuh pulang. Ngabisin bensin dia doang
ceritanya mah.
Dan kalian tau apa yang terjadi
setelah melewati bulan-bulan itu? Yup, I’m falling in love. Dengan dia. Hal
yang gue sesali sampai sekarang. Gobloknya gue adalah kenapa gue harus secepat
itu baper ke dia, suka ke dia. Padahal jelas-jelas dia dateng karena dia lagi
gabut doang.
Tepat bulan ke tiga, gue sama dia tidak lagi intens dalam berkomunikasi. Gak ada lagi obrolan random tiap malemnya, gak ada lagi PAP random yang dia kirim, gak ada lagi kata “lagi dimana?” yang dia kirim pertama kali setiap dia chatting. Tentang dia yang tidak lagi merespon chatting gue, tentang dia yang tidak lagi menspam chat kalo gue gak bales chat dia, dan tentang dia yang tiba-tiba muncul di instastory dengan perempuan lain. Iya gue tau, gue hanya sebatas "dekat" dengan dia. Gue sadar amat sadar diri kalau gue sama sekali tidak ada hak untuk marah. Siapa gue berhak marah dan cemburu? Hahahaa...
Sejak itu, gue ngerasa kehilangan. Gue ngerasa sikap yang dia
tunjukin itu seolah dia ngasih sinyal untuk gue sedikit memberi jarak serta
ruang bagi dia untuk melangkah keluar, mencari kenyamanan di orang lain.
Gue tau, ini bukan salah dia. Dan gue tau
ini salah gue. Gue yang salah menaruh ekspetasi yang terlalu tinggi ke dia. Pada akhirnya
ekspetasi itu tidak bisa terpenuhi dan ujung dari semua itu adalah gue yang
lagi-lagi harus membangun (kembali) benteng hati yang susah payah 2 tahun gue
bangun. Gapapa... berarti gue harus
lebih mencintai diri gue sendiri dulu kan buat sekarang? Memperbaiki apa yang
harus diri gue perbaiki. Dan harus menerima ketika dia sudah menemukan
seseorang yang baru. Seseorang yang mungkin aja sekarang nemenin dia bagadang,
nemenin dia bahas hal-hal random, nemenin dia kemanapun dia pergi.
Ujung dari cerita ini adalah gue yang pada akhirnya memilih untuk menanggapi sikap dia. I’m just trying to distance my self, because I know, I can’t have you, Geranium.
Dan kalau-kalau dia liat
tulisan ini, I wanna say something to you.
Hai boy!
Dengan hati yang dalam aku ingin mengucapkan terimakasih karena sudah mau kasih aku sedikit cerita yang bisa aku simpan dengan baik. Take care ya, don’t forget to eat and drink enough water. Thank you for beng the most important part of my life. Keep being good and sincere man. Serta kata Pamit yang aku janjikan waktu itu. Maaf belum bisa menyampaikan kata itu secara langsung.
See you, Geranium.
*****
Nala menyelesaikan tulisan yang akan di post di blog pribadinya. Nala memang seorang penulis. Beberapa karya nya sudah di buku kan. Nala menyelesaikan tulisannya yang ke 17. hanya tulisan singkat. Tentang seseorang yang ingin ia abadikan dalam kata. Atau mungkin juga akan menjadi sebuah cerita bersambung.
Terdengan Ibu Lastri, memberitahukan bahwa Perpustakaan akan tutup sementara karena jeda Isoma. Nala segera membereskan laptop beserta chargernya. Memasukkannya ke dalam tas jinjing, tak lupa buku dan alat tulisnya ia masukkan juga. Lantas ia bergegas meninggalkan Perpustakaan.
Pelataran parkir Kampus sudah di penuhi dengan orang-orang yang hendak meninggalkan area kampus untuk segera mengisi perut. Sama halnya dengan Nala. perutnya sudah berdemo minta di isi setidaknya dengan semangkuk mie ayam dan segelas es teh, serta beberapa gorengan Bude Nur.
Nala berjalan ke arah Kantin, melipir lewat gedung Teknik lalu berjalan melalui jalan yang menghubungkan Fakultas Teknik dengan Fakultas Manajemen. Nala bersyukur kampusnya memiliki pepohonan yang rindang, sehingga mahasiswa seperti dirinya tidak perlu kepanasan untuk berjalan kaki.
Ketika Nala sedang menuju Kantin, ia tidak sengaja melihat seseorang yang baru saja ia jadikan tokoh dalam tulisannya. Nala bersyukur, laki-laki itu terlihat baik-baik saja. Nala selalu berharap agar laki-laki diberikan hal-hal yang baik, kebahagian yang tidak pernah berhenti serta semoga dia selalu diberikan kemudahan dalam melakukan kegiatannya. Nala, berdoa itu dengan tulus.